Rabu, 28 Januari 2015

Dampak Bagus Mengurangi Jam Kerja Perempuan Indonesia



 
Sampai rumah waktu  asar sudah jadi rutinitas sehari-hari. Langsung bersih bersih diri and pray.. setelah itu leyeh-leyeh sambil nunggu suami pulang. Jadi satpam anak mandi sore dan beberes rumah. Kadang kasih makan ikan, atau sekedar membuat cemilan sambil menyiangi bahan makanan tuk dimasak pagi hari. Halaman yang dulu kala penuh dengan tanaman, baik toga maupun sayur mayur untuk menambah gizi keluargapun sekarang  hanya terlihat polybagnya saja. Sudah tidak ada kesempatan untuk menyalurkan hobby  bermain  tanah bareng anak-anak. Kegiatan yasinan tiap Kamispun lolos, pengajian Al-Quran juga lewat. Belum lagi waktu menjalin kelekatan dan kehangatan keluarga otomatis sangat kurang. Hadeeeeeh.. coba ya, jika peraturan tentang  jam kerja perempuan Indonesia dikurangi benar-benar terbit, wow terima kasih sekali. Saya masih cukup waktu untuk sekedar beristirahat, sambil bercengkrama di rumah bersama anak-anak dan kembali menjalankan tugas esok hari dengan penuh semangat. Keluarga  senang, hatipun riang.

Saya masih  bersyukur. Coba lihat si adiik...betapa repotnya, musti meninggalkan 2 balita. Pulang sore malah kadang  bawa pekerjaan ke rumah..wiyata bakti lagi..duuuuh miris membayangkannya. Ya pantes jika kurus kering begitu. Dini hari bangun awal, musti menyiapkan perlengkapan anak selama ditinggal seperti makanan, susu, popok. Musti beres-beres rumah, melayani suami. Belum lagi  jika ada undangan untuk mengikuti kegiatan kemasyarakatan serta ditambah seabreg kegiatan administrasi guru. Capekah? kelihatannya seperti itu. Bagaimana para balitanya merasa terpuaskan bertemu ibunya dalam kondisi seperti itu??

Ada lagi tetangga yang harus bekerja membantu suami mencari  tambahan penghasilan, menjadi buruh. Pulang dalam keadaan penat. Sudah Anak banyak, pada merengek minta jajan, melihat mereka masih kotor belum ada yang mandi, apalagi jika ada yang sakit, tanpa jaminan lagi aiiiih..kalau diruntut bahwa pendidikan apapun dimulai  dari keluarga , lalu kami para perempuan harus bagaimana? Jika untuk memikirkan ekonomi saja sudah buat kelimpungan? 

Setiap perempuan yang bekerja pasti membutuhkan  kedisiplinan, komitmen dan loyalitas, akan tetapi jika suatu saat harus dihadapkan dengan kewajiban primer sebagai ibu, istri, anak, sebagai contoh, anak sakit, atau yang lainnya,  maka perempuan pasti akan memilih tugas utamanya, dengan mempertimbangkan logika dan perasaaan tentu saja. Bukankah benar sekali apa yang dikatakan  Pak Jusuf Kalla bahwa ada peran ibu yang tidak dapat tergantikan oleh kemajuan teknologi yakni sentuhan seorang ibu terhadap anak? Siapa yang berani menyangkal hal tersebut???

Sebuah keinginan untuk menjalankan seluruh tugas dengan seimbang, selaras dan tuntas. Walau sesekali dihadapkan pada dilema. Toh semuanya tetap berjalan, seiring dengan berputarnya waktu. Jadi jika ada polling mengenai jam kerja perempuan Indonesia dikurangi, tanpa keraguan saya urun suara, SETUJU !!! Hidup pak Jusuf Kalla !! Hidup Indonesia-ku!!!


Menurut saya, terbitnya peraturan baru akan membawa dampak bagus terutama bagi tumbuh kembang putra dan putri bangsa. Kami para ibu dapat mengawasi tontonan, pergaulan bahkan yang sedang aktual dapat meminimalisir penyakit “Gadget Syndrom” yang sedang melanda anak negeri ditambah dengan penyakit kurang kasih sayang, membuat mereka lebih lihai berinteraksi di dunia maya ketimbang berinteraksi sosial secara ’live”. Anak-anak lebih memilih menyendiri dari pada berbaur, yang lambat laun akan mengikis kepedulian antar sesama. Belum lagi jebakan-jebakan materialisme. Sebuah bentuk penjajahan terselubung bukan?  Jika bukan seorang ibu yang berusaha membentengi lalu siapa lagi? Semoga hal-hal seperti ini dapat dipertimbangkan oleh para pemangku kebijakan, amiiiin....
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar