Berawal dari beberapa hari yang lalu, ada
banyak pertanyaan yang saya sendiri bingung, mau saya tanyakan ke
siapa....karena sekomplit apapun jawaban yang diberikan pasti akan menambah
panjang daftar pertanyaan. Pada saat mendengar sebuah pemberitahuan tentang
tugas yang harus saya emban selama tiga hari untuk menjadi pengawas UAS-
BN. Masih cukup lama memang, karena ujian akan dilaksanakan pada tanggal 7-9 Mei
nanti.
Sebenarnya
menjadi pengawas ruang bukan hal baru, sudah berkali-kali saya jalankan. Tidak
akan saya pikir jika saya tahu tempat dan mudah menjangkaunya. Yang membuat
kaget adalah ketika bos saya bilang "SD SEMAYA". Saya sadar ini masuk
kategori "luar biasa", karena saya "Ibu guru" dan untuk
mencapai Semaya diperlukan usaha yang tidak mudah tentunya (jauhnya perjalanan
dan medannya yang sulit). Banyak bom pertanyaan di pikiran kala itu. Kenapa harus
di Semaya? bagaimana saya bisa dapat Semaya?dan lebih penting lagi ternyata SK sudah
terbit dan jalan satu-satunya saya harus bisa menjalankan tugas itu. Sebagai
langkah awal saya kumpulkan sebanyak-banyaknya tentang Semaya. Hmmm Semaya....sebenarnya
masih wilayah desa Sunyalangu kecamatan Karanglewas, dengan Babakan berarti
tetangga desa. Lalu kenapa musti heboh?
Likethis.............
Kata teman
teman" dah kamu muter lewat Kedung Banteng saja kalau mau ke Semaya. Memang
jauh tapi jalannya alus itu berarti jika surat tugas pukul 07.30 saya harus berangkat pukul 06.30, lewat Sokaciri walau jarak tempuh relatif pendek tapi kamu ndak mungkin bisa lewat
tanjakan labil". Hampir semua teman yang saya tanya jawabannya sama. Jadi
penasaran pengin membuktikan sesukar apa jalan yang dimaksud (karena saya lebih
memilih rute ini).
Pada Minggu pagi,”arjunaku” telfon kalau pengin tahu SDN
Semaya, siap mengantar, Wow...........Surprise. Jadilah kami kaya si Bolang
Petualang, kami ambil rute Babakan-Karangpucung-Sunyalangu-Sokaciri-Baseh-Semaya. Ini sebuah jalan
alternatif, dekat, hanya....ada 1 km
jalan yang membutuhkan konsentrasi penuh, dan harus sangat hati-hati. Bagaimana
tidak, jalan dengan batu yang labil, menanjak lagi. Setelah jembatan Sokaciri yang
kata orang banyak monyet (saya sih belum pernah lihat) dengan riak sungainya yang
menawan, pemandangan kanan kiri sungai yang memukau dan sebaran batu-batunya
yang bisa buat mentas (gede gede soale), ketika melihat jalan tersebut saya
sadar perlu kekuatan hati untuk melewatinya pikiran pertama yang muncul "gue
harus coba", 50 meter
pertama suami turun. Saya diberi kepercayaan penuh untuk melakukan tantangan tersebut. Alhamdulillah
berhasil, masih dengan kondisi jalan "begitu"saya nekat membawa suami naik.
Banyak yang dilihat, ada kolam bebek-bebekan, ke atas lagi ada Batur Agung dengan area adu nyalinya dll, trus naik lagi sampai pertigaan menuju
water boom suami minta ganti di depan (soalnya saya ketungkul berhenti kan gak
sampai2 ke tujuan). Subhanallah ternyata masuk perkampungan Semaya baguuus
banget, seperti di belahan bumi yang lain cie....aduh susah digambarkan dech,
pokoknya siapapun yang ke bumi Semaya dan matanya waras pasti tidak mau
cepet-cepet pulang. Lukisannya Allah benar benar tak ada bandingnya. Pohon-pohonnya, bukitnya, sawahnya, sungainya, udaranya, airnya wahhhh everithing looks so beautiful and perfect !!!!
Sampai di SD Semaya, cari orang untuk sumber
informasi. Masuk ke rumah keluarga bapak Sodikun, dekat masjid kebetulan mau
sholat air di masjid habis sehingga mudah saja cari alasan minta air
wudhu. Horeee dapat teman (dan dapat info tentunya). After that.....pengin naik
ke puncak, eh saya pikir deket mau jalan kaki tapi diingatkan bawa motor saja, ya
sudah ke atas pakai motor (eh dikira sales lho hahaha)sampai mentok. Padahal
kalau belok dapat pemandangan bagus(kata orang), yah buat lain kali (kan mo balik lagi, insya
allah).
Ada pertanyaan menggelitik hati saya ketika
sedang berada di tempat yang tinggi itu. Mengapa orang suka tempat
tinggi? jawabanya karena jangkauan pandangan kita lebih luas, sehingga kita lebih
banyak tahu. Asal indra kita "baik" soalnya kalau ada gangguan, walau
di” tempat tinggi”sekalipun ya tidak bisa memandang apapun. So..."tempat
tinggi" dapat memberi manfaat bagi kita kalau kita bukan saja menggunakan
mata kepala tetapi memakai juga mata hati (bukan mata kaki lho ya).
Nah, pulangnya lebih seru lagi. Saya merasakan banyak
energi masuk dalam diri, ketika berhasil menuruni jalan yang terjal ada kepuasan
tersendiri. Lebih happy dan semangat (yah dimanjakan sih) setiap ada yang pengin
dilihat ya berhenti, action dulu (sebenarnya ambil panorama siiih) dari Semaya
sampai Sokaciri tidak terhitung berapa kali "sekedar memandang"
ciptaan Sang Maha Sempurna, banyak rasa jadinya. Senang, nikmat, kagum, terpesona
dll dst.....dan setiap orang toh tentu bebas mengekspresikan segala apa yang
sedang berkecamuk di hatinya. Ada yang sengaja menyembunyikan (ini bukan berarti
orang lain tidak tahu lho), ada yang terang terangan menampakkannya, dan semuanya
tidak masalah sepanjang tidak merugikan baik bagi diri maupun oranglain.
Nah kembali ke "tugas" ada hal penting yang
saya dapat. Pepatah "No trouble troubels till trouble troubles you"
kayaknya bagus tuh untuk dikaji. Mungkin termasuk saya, sering merasa belum apa
apa sudah mengeluh, gak Pd, mengiyakan statement orang (padahal belum tentu
benar), patah semangat, tidak punya cukup energi untuk mencari penyelesaian
problem, kurang komitmen, kurang berpikir positif dll sehingga kita perlu pijakan
untuk menata, menginstal diri untuk jadi lebih baik. Kadang kurangnya motifasi dari
dalam diri membuat kita membutuhkan orang lain untuk turut mengobarkannya
bukan?
Sebab kalau mau jujur, sebenarnya ada rasa nyaman
ketika dilingkupi orang-orang yang care dan membuka hati untuk kita. Kita bisa
share, saling mengingatkan, saling menguatkan, saling berempati, saling
menyemangati, saling memotifasi. Dan disadari atau tidak, hidup menjadi lebih
bermakna ketika kita dapat memberikan manfaat untuk orang lain. Ada rasa nikmat
yang membuncah dalam dada jika oranglain juga nyaman saat berada di dekat kita.
Kenyamanan ini juga yang sedang saya
rasakan sekarang. Tidak ada rasa khawatir, ragu-ragu dan menyesal mendapatkan
tugas ke Semaya. Yang ada ya pengin cepat cepat ke sana lagi, menjalankan tugas
dengan penuh tanggung jawab dan menikmati keindahan bumi Semaya semau gue (bukan
sepuasnya, karena untuk keindahan alam tidak ada puasnya), serta berinteraksi
dengan warga desa. Skenario sudah mulai disusun tinggal menunggu waktu
pelaksanaannya.
Omong omong tentang bumi Semaya ada
peluang bagus tuh untuk bisnis. Potensi wisatanya yang luar biasa diantaranya, panorama
alaminya, batu laya yang terdapat 5 buah goa yang belum dirawat sehingga belum
bisa dimasuki orang (kecuali yang bernyali tinggi) , waterboom, batur agung, kolam
perahu bebek, dan potensi alam lainnya yang belum diberdayakan secara optimal
termasuk kultur budayanya yang menarik dan masih original (kata orang sih masih
ada tetua yang melakukan ritual sesajen pada musim tertentu) akses jalan yang
sedang diusahakan (jalan wisata Baturaden, Baturagung, Cipendok), saya yakini
suatu saat akan menjadi objek wisata pilihan bagi banyak orang. Bagi para
investor tentunya ini menjadi lahan menggiurkan . Jika potensi alam yang dikelola
dan digarap dengan optimal laris terjual maka dapat menambah income, baik bagi warga masyarakat
maupun pemerintah, yang pada akhirnya menguatkan perekonomian daerah. Bukan
mengeksploitasi lho ya, tapi mengelola untuk dimanfaatkan dengan tetap menjaga
keseimbangan alam bumi Semaya, dan ini dibutuhkan kerjasama dari berbagai
pihak, mulai dari masyarakat, pemerintah, BUMN, BUMS dan pelaku usaha
lainnya. Berminat investasi? buruan ke bumi Semaya…
Semaya yang
cantik, indah, menawan, mempesona telah merasuk dalam pikiran alam bawah sadar, tak
jarang mata terpejam sekedar membayangkan keelokannya sehinga membuat saya
tersadar akan “tangan” pengaturnya yang Maha Sempurna. Betapa saya merasa begitu
kecil seperti debu, yang tak terlihat, tak berarti dan mudah tertiup oleh angin
globalisasi. Ironis memang disaat semua raga dibuai dan dipuaskan oleh kemajuan
teknologi, ternyata banyak jiwa yang meraung dan meronta mencoba melepaskan
diri dari jerat alienasi tuk menggapai sebuah kebebasan. Lalu apa makna kebebasan
sebenarnya? tentu saja sebuah kata “kebebasan”dengan 10 orang yang
menafsirkannya bisa saja berbeda tergantung sudut pandang mereka. Kalau menurut
saya kebebasan adalah suatu perjalanan menuju kedewasaan yang didampingi oleh
“patner” bernama tanggungjawab. Dan bagi saya perjalanan ini jauh lebih
menyenangkan dan tak terlupakan, dibandingkan saat menikmati hasilnya. Bagaimana
dengan anda?