Kamis, 29 Januari 2015

Hidangan Keluarga Sehat



Para ibu yang tinggal di desa punya kesempatan untuk memanfaatkan lahan pekarangan rumahnya. Alih-alih setiap hari ke pasar atau menunggu tukang sayur lewat, yang kadang itu-itu saja, anda tinggal memilih, memetik dan mengolah untuk hidangan keluarga, sehingga  tidak terlalu bingung untuk membuat daftar menu selama seminggu. Keuntungannya anggaran bisa untuk yang lainnya ( protein hewani ) dan sekaligus mendapatkan kesegaran bahan baku. Asal tahu cara mengolahnya ini enak dan lebih menyehatkan. Di bawah ini saya akan mencoba memberikan sedikit masukan tentang menu yang dapat kita hidangkan , diantaranya yaitu:

 
1.       Oseng Pucuk daun labu siam
2.       Oseng Pucuk daun ganyong
3.       Oseng Umbi muda lengkuas
4.       Oseng Batang slempat
5.       Oseng Rebung 
6.       Oseng Daun melinjo  dan uceng( bunga melinjo)
7.       Oseng Pakis
8.       Oseng Daun dan batang keluarga keladi( lompong sawah, lompong kebon, lompong sutra, dll)
9.       Oseng bobo
10.   Oseng pare
11.   Oseng kulit pisang ambon nangka/ kulit singkong
12.   Cah oyong
13.   Cah Bayam
14.   Cah kangkung
15.   Cah selada air
16.   Urap Daun murbei
17.   Urap Bunga kecombrang
18.   Urap Daun suring
19.   Urap Daun lembayung dan kacang panjang
20.   Urap cakra-cikri
21.   Urap gendot/othok kowok
22.   Urap daun pace
23.   Lalap Daun singkong
24.   Lalap Daun ubi jalar
25.   Lalap Leunca
26.   Lalap daun kemangi 
27.   Lalap labu siam
28.   Sambal pucung mateng /klewek
29.   Sambal pucung mentah/klewek
30.   Sambal tomat
31.   Sambal cimongkak  
32.  Sambal pecak ( terong/ jantung pisang)
33.  Sambal jengkol


  
dll,
Masih banyak lainnya lho, Untuk resepnya pasti para ibu bisa berkreasi sendiri, selamat mencoba  dan selamat menikmati!!!!




Rabu, 28 Januari 2015

Dampak Bagus Mengurangi Jam Kerja Perempuan Indonesia



 
Sampai rumah waktu  asar sudah jadi rutinitas sehari-hari. Langsung bersih bersih diri and pray.. setelah itu leyeh-leyeh sambil nunggu suami pulang. Jadi satpam anak mandi sore dan beberes rumah. Kadang kasih makan ikan, atau sekedar membuat cemilan sambil menyiangi bahan makanan tuk dimasak pagi hari. Halaman yang dulu kala penuh dengan tanaman, baik toga maupun sayur mayur untuk menambah gizi keluargapun sekarang  hanya terlihat polybagnya saja. Sudah tidak ada kesempatan untuk menyalurkan hobby  bermain  tanah bareng anak-anak. Kegiatan yasinan tiap Kamispun lolos, pengajian Al-Quran juga lewat. Belum lagi waktu menjalin kelekatan dan kehangatan keluarga otomatis sangat kurang. Hadeeeeeh.. coba ya, jika peraturan tentang  jam kerja perempuan Indonesia dikurangi benar-benar terbit, wow terima kasih sekali. Saya masih cukup waktu untuk sekedar beristirahat, sambil bercengkrama di rumah bersama anak-anak dan kembali menjalankan tugas esok hari dengan penuh semangat. Keluarga  senang, hatipun riang.

Saya masih  bersyukur. Coba lihat si adiik...betapa repotnya, musti meninggalkan 2 balita. Pulang sore malah kadang  bawa pekerjaan ke rumah..wiyata bakti lagi..duuuuh miris membayangkannya. Ya pantes jika kurus kering begitu. Dini hari bangun awal, musti menyiapkan perlengkapan anak selama ditinggal seperti makanan, susu, popok. Musti beres-beres rumah, melayani suami. Belum lagi  jika ada undangan untuk mengikuti kegiatan kemasyarakatan serta ditambah seabreg kegiatan administrasi guru. Capekah? kelihatannya seperti itu. Bagaimana para balitanya merasa terpuaskan bertemu ibunya dalam kondisi seperti itu??

Ada lagi tetangga yang harus bekerja membantu suami mencari  tambahan penghasilan, menjadi buruh. Pulang dalam keadaan penat. Sudah Anak banyak, pada merengek minta jajan, melihat mereka masih kotor belum ada yang mandi, apalagi jika ada yang sakit, tanpa jaminan lagi aiiiih..kalau diruntut bahwa pendidikan apapun dimulai  dari keluarga , lalu kami para perempuan harus bagaimana? Jika untuk memikirkan ekonomi saja sudah buat kelimpungan? 

Setiap perempuan yang bekerja pasti membutuhkan  kedisiplinan, komitmen dan loyalitas, akan tetapi jika suatu saat harus dihadapkan dengan kewajiban primer sebagai ibu, istri, anak, sebagai contoh, anak sakit, atau yang lainnya,  maka perempuan pasti akan memilih tugas utamanya, dengan mempertimbangkan logika dan perasaaan tentu saja. Bukankah benar sekali apa yang dikatakan  Pak Jusuf Kalla bahwa ada peran ibu yang tidak dapat tergantikan oleh kemajuan teknologi yakni sentuhan seorang ibu terhadap anak? Siapa yang berani menyangkal hal tersebut???

Sebuah keinginan untuk menjalankan seluruh tugas dengan seimbang, selaras dan tuntas. Walau sesekali dihadapkan pada dilema. Toh semuanya tetap berjalan, seiring dengan berputarnya waktu. Jadi jika ada polling mengenai jam kerja perempuan Indonesia dikurangi, tanpa keraguan saya urun suara, SETUJU !!! Hidup pak Jusuf Kalla !! Hidup Indonesia-ku!!!


Menurut saya, terbitnya peraturan baru akan membawa dampak bagus terutama bagi tumbuh kembang putra dan putri bangsa. Kami para ibu dapat mengawasi tontonan, pergaulan bahkan yang sedang aktual dapat meminimalisir penyakit “Gadget Syndrom” yang sedang melanda anak negeri ditambah dengan penyakit kurang kasih sayang, membuat mereka lebih lihai berinteraksi di dunia maya ketimbang berinteraksi sosial secara ’live”. Anak-anak lebih memilih menyendiri dari pada berbaur, yang lambat laun akan mengikis kepedulian antar sesama. Belum lagi jebakan-jebakan materialisme. Sebuah bentuk penjajahan terselubung bukan?  Jika bukan seorang ibu yang berusaha membentengi lalu siapa lagi? Semoga hal-hal seperti ini dapat dipertimbangkan oleh para pemangku kebijakan, amiiiin....
 

Senin, 24 November 2014

Sekelumit Kisah Dari Balik Implementasi Kurma 13



Kurikulum Madrasah 2013 yang sekarang lebih populer dengan sebutan Kurma 13 memang berbeda dengan kurikulum sebelumnya. Hal ini menjadi tantangan bagi seluruh  pendidik tentunya. Pada Madrasah Ibtidaiyah sasaran implementasi tahun pertama adalah kelas I dan IV. Guru kelas I dan IV sebagai ujung tombak implementasi  secara otomatis menjadi agent of change di tiap-tiap satuan pendidikannya. Berbagai seminar, workshop dan bintek telah diadakan untuk membuat kami “layak “ masuk kancah Kurma 13 ini. Tidak sebatas jargon ‘ apapun makanannya, minumnya tetap teh botol sosro”. Semangat kami untuk menerapkan Kurikulum 13 ini bukannya tanpa halangan.  Wacana , rumor bahkan kondisi  yang berkembang dan terjadipun  kadang membuat kami sedikit  tertahan untuk bergerak. 

Pada realitanya hal ini tetap kami terima, tetap kami jalankan. Dengan segala kemampuan  dan keterbatasan yang kami miliki. Semua hal yang dapat kami serap, baik yang berkaitan dengan cara mengajar, mendidik, membimbing, mengevaluasipun kami terapkan sesuai “pesanan”. Mudahkah? Jawabannya tidak. Kenyataannya  lebih banyak membutuhkan power. Sehingga sangat wajar jika CD kurma 13 laris manis bak kacang goreng karena banyak yang memilih tinggal leeb, lalu yang memilih untuk berjibaku bagaimana? Misalnya untuk menuangkan scenario dalam bentuk RPP Tematik Kurma 13 plus form penilaian dan kroon-kroninya saja saya membutuhkan waktu 3 jam. Untuk bagian materi, langkah- langkah pembelajaran dan penilaian ternyata tak semudah yang saya pikir. Hal ini menjadikan “ si lephy” terus terjaga . Pagi dipakai sebagai alat pembelajaran ( fotokopi hanya yang penting penting saja selebihnya ditayangkan , menghindari pengeluaran anggaran bos membludak karena pesanan buku belum sampai). Setelah anak pulang baru mulai membuka buku guru dan siswa edisi esok hari sambil merancang bahan bahan. Waktu terasa sangat cepat karena tahu tahu sudah jam pulang. Si lephipun terpaksa hanya  disleep untuk menegaskan bahwa ada PR yang harus dikerjakan.  
     
Sampai rumah ada rutinitas fardhu ‘ain ( anak, suami, keluarga yang menunggu untuk dilayani )sebagai tugas utama. Malam ketika rasa penat berteriak pada tubuh meminta haknya untuk ditunaikan, terhalang oleh PR yang memaksa untuk dikerjakan. Alhasil protes yang dituai. Dalam keadaan seperti  itupun  tetap saja membuka si lephi, membuat jari jemari menari dalam galau yang semakin hari semakin membuncah. “Tak kenal maka tak sayang” kalimat ampuh yang menjadi  modal untuk mempelajari dan menerapkannya ternyata belumlah cukup. Harus ada metode dan strategi efektif agar saya merasa nyaman dalam menjalani tugas mulia ini. Pertanyaannya, strategi apakah yang harus saya terapkan agar semua merasa nyaman? Semua kewajiban dilaksanakan , dan semua hak dapat ditunaikan? Kalaupun tidak seimbang antara hak dan kewajiban minimal tidak ada pihak yang merasa didholimi secara berlebihan.  Hemmmmm……lahaulawalaquwwataillabillah. ( adakah kalimah lain yang lebih bagus dari ini?) Selalu ada solusikan friends????