Kamis, 02 Mei 2013

Happy Ending



Semua hal yang terjadi dalam kehidupan manusia adalah proses, ibarat roda yang terus berputar . Seperti planet  yang selalu berjalan  tanpa henti. Lalu tiba-tiba bisa saja karena satu dan lain hal , sebuah bintang bergeser dari posisinya. Ini jadi sumber masalah karena bisa saja bertumbukan dengan lainnya, jatuh bahkan hancur. Tentu semua terjadi bukannya tanpa sebab. Tapi apapun  yang melatarbelakanginya tidak perlu dibahas. Karena akan lebih penting mengupayakan agar bintang itu ada diposisi semula . Untuk menjaga keseimbangan, keteraturan dan keserasian dalam kesucian fitrah. Lalu bagaimana untuk mengorbitkan bintang tersebut pada garis edarnya? itu yang butuh energy. Seorang manusia memang tempatnya salah dan lupa dan itu biasa. Bagaimana menjadikan kesalahan dan kelupaan sebagai pelajaran itu baru  luar biasa. Tidak mencoba larut dan mengistiqomahkan kesalahan juga butuh perjuangan.
 
Sejatinya seseorang juga menyadari ketika terjadi ketidak seimbangan dan ketidak wajaran pada dirinya. Siapa yang harus bertanggung jawab? indra….hati….akal atau jiwa……hmmmmm semua kali ya…eh konon kalau dipanggil dan ditanya satu persatu semuanya merasa benar dan tidak ada yang merasa keliru lho. So sebagai alternative, adakan sidang khusus.

Syahdan di Istana bintang, Raja memanggil semua petinggi tuk hadir. Sang raja mulai membuka sidang. Untuk mengupayakan keselarasan, keteraturan dan keseimbangan. Agar tidak terjadi kehancuran. ”ayo kita ambil kesepakatan”. Terjadi perdebatan sengit. Semua terkesan denga ego masing-masing.  Jiwa yang dikendarai nafsu ternyata sombong dan hanya mementingkan diri sendiri. Raja terlihat sedih …si hati menjadi trenyuh dan menangis. Tak disangka airmata itu telah membersihkan kotoran yang menempel. Seketika itu juga keluar cahaya dari hati yang membuat semua terdiam. Suasana hening dan senyap…….sampai akhirnya, sang indra mengakui kecerobohannya, sang akal curhat tentang negative thingkingnya. Hal itu  membuat raja kembali bersemangat memimpin sidang. Akhirnya dengan terpaksa,  jiwapun tunduk bersedia mematuhi hasil keputusan. Dia lemas terkulai tanpa kawan. Dia toh sadar tidak bisa sendirian. Sang raja tersenyum…dan mengucapkan terimakasih kepada pasukannya yang  setia membantunya. Sang raja mengetuk palu dan membacakan hasil sidang. Semua menyetujui dan bersedia menandatangani sebuah  prasasti untuk mengembalikan bintang ke posisi semula.

Mereka bekerja dengan keras dan penuh semangat. Akal mulai menginstal dirinya, hati bersedia mengasah nuraninya, jiwa dan indra  mendapat pembinaan dan pelatihan tentang wujud keindahan muaranya hanya satu yaitu “Sang Pemilik Keindahan”. Satu hal yang musti digarisbawahi,  Mereka selalu bekerjasama dan saling bahu membahu. Sampai akhirnya semua itu tidaklah sia-sia karena  sang bintang telah kembali pada garis edarnya. Semua mengucap syukur kepada Sang Pencipta dan berikrar untuk selalu kerjasama untuk menjaga “bintang” dari segala makar.

Nah ibrah yang dapat kita ambil bahwa,                                                                                                                                                         Adalah mungkin jika kita terjatuh, tersungkur dengan luka yang pedih, lalu kita mencoba untuk merangkak, merayap dan perlahan melangkah tuk menggapai sebuah kalimat ,“Mardhotillah selama ajal belum menjemput”.
Ah…akhirnya semua bisa bernapas lega karena bintang telah kembali pada garis edarnya. Dengan kompaknya sayup sayup terdengan koor ”Alhamdulillahi…….wa laailaahaillallohuwallohuakbar…………….”




Just Intermezo



Sebagian orang berpendapat hidup itu sandiwara. Ah apa iya? itu karena mereka merasa menjadi aktor dan aktris yang selalu menjalankan peran yang tidak mereka sukai,atau karena mereka menganggap peristiwa-peristiwa hanya menjadi alur cerita yang habis dalam satu babak. Heemh…..gak seperti itu kali. Mungkin hidup itu bisa seperti sandiwara jika kehilangan sebuah kata “makna”.Lalu hidup yang bermakna yang seperti apa? yang bagaimana?

Setiap hari, setiap jam setiap menit bahkan detik kita gak pernah terlepas dari yang namanya masalah. Bagaimana kita bisa mengambil “hikmah” dari balik masalah masalah tersebut itulah yang aku pikir arti sebuah “makna” terlepas ini benar atau keliru menurut pandangan orang lain. Hikmah inilah yang akan menjadi sebuah pijakan, pegangan yang diyakini untuk dijadikan lentera untuk menerangi langkah selanjutnya. Sehingga aku yang sekarang menjadi berbeda dengan aku disepuluh  tahun yang lampau.

Apakah benar bagitu? atau itu hanya perasaanku saja? aaakh…kadang  aku ragu dengan kata hati .Jika aku tak bisa mengukur diri lalu siapa yang akan berbaik hati tuk menjadi neraca kehidupan ini. Kebanyakan yang dilakukan tak kusukai. Kadang menyanjung dan memuji dan lebih sering mengkritik, mencela, menghakimi, possesive dan gak peduli. Apa bedanya itu semua.

Kemana musti dicari arah sebagai harapan yang kan memandu jalan ini. Jika semua yang ditemui hanya boneka yang keras hati.Yang selalu mementingkan diri sendiri dan mudah mengumbar amarah yang keji, yang tak mau beri kesempatan tuk memacu diri dengan dalih yang ironi, Dimana ada obat tuk kegundahan hati jika yang ada mencoba tuk mengkungkung diri, dan berniat menjadikan diri bak merpati dibalik jeruji. Sandiwara macam apa yang kan dilakoni nanti. Tanpa sosialisasi, aktualisasi dan ambisi sama sekali. Bukankah itu cara cepat untuk mati?

Oh my God…..bagaimana hal ini bisa terjadi, sungguh tidak dapat dipahami…………Berapa lama situasi ini akan dapat terkendali…..apakah upaya dan solusi yang bisa dilalui untuk merubah semua ini, agar hati tak sesak selalu menahan diri. Apa yang akan terjadi jika mencoba tuk dengarkan kata hati, coba melakukan yang diingini, walau musti siap sakit hati. Siap dengan taruhan tak dicintaii? bukankah ini harga yang mahal sekaliiiiiiii…..?????hiii…