Semua hal yang terjadi dalam kehidupan manusia adalah proses, ibarat roda yang terus berputar . Seperti planet yang selalu berjalan tanpa henti. Lalu tiba-tiba bisa saja karena satu dan lain hal , sebuah bintang bergeser dari posisinya. Ini jadi sumber masalah karena bisa saja bertumbukan dengan lainnya, jatuh bahkan hancur. Tentu semua terjadi bukannya tanpa sebab. Tapi apapun yang melatarbelakanginya tidak perlu dibahas. Karena akan lebih penting mengupayakan agar bintang itu ada diposisi semula . Untuk menjaga keseimbangan, keteraturan dan keserasian dalam kesucian fitrah. Lalu bagaimana untuk mengorbitkan bintang tersebut pada garis edarnya? itu yang butuh energy. Seorang manusia memang tempatnya salah dan lupa dan itu biasa. Bagaimana menjadikan kesalahan dan kelupaan sebagai pelajaran itu baru luar biasa. Tidak mencoba larut dan mengistiqomahkan kesalahan juga butuh perjuangan.
Sejatinya
seseorang juga menyadari ketika terjadi ketidak seimbangan dan ketidak wajaran
pada dirinya. Siapa yang harus bertanggung jawab? indra….hati….akal atau
jiwa……hmmmmm semua kali ya…eh konon kalau dipanggil dan ditanya satu persatu
semuanya merasa benar dan tidak ada yang merasa keliru lho. So sebagai
alternative, adakan sidang khusus.
Syahdan
di Istana bintang, Raja memanggil semua petinggi tuk hadir. Sang raja mulai
membuka sidang. Untuk mengupayakan keselarasan, keteraturan dan keseimbangan. Agar
tidak terjadi kehancuran. ”ayo kita ambil kesepakatan”. Terjadi perdebatan
sengit. Semua terkesan denga ego masing-masing. Jiwa yang dikendarai nafsu ternyata sombong
dan hanya mementingkan diri sendiri. Raja terlihat sedih …si hati menjadi
trenyuh dan menangis. Tak disangka airmata itu telah membersihkan kotoran yang
menempel. Seketika itu juga keluar cahaya dari hati yang membuat semua terdiam.
Suasana hening dan senyap…….sampai akhirnya, sang indra mengakui
kecerobohannya, sang akal curhat tentang negative thingkingnya. Hal itu membuat raja kembali bersemangat memimpin
sidang. Akhirnya dengan terpaksa, jiwapun
tunduk bersedia mematuhi hasil keputusan. Dia lemas terkulai tanpa kawan. Dia
toh sadar tidak bisa sendirian. Sang raja tersenyum…dan mengucapkan terimakasih
kepada pasukannya yang setia
membantunya. Sang raja mengetuk palu dan membacakan hasil sidang. Semua
menyetujui dan bersedia menandatangani sebuah
prasasti untuk mengembalikan bintang ke posisi semula.
Mereka
bekerja dengan keras dan penuh semangat. Akal mulai menginstal dirinya, hati bersedia
mengasah nuraninya, jiwa dan indra
mendapat pembinaan dan pelatihan tentang wujud keindahan muaranya hanya
satu yaitu “Sang Pemilik Keindahan”. Satu hal yang musti digarisbawahi, Mereka selalu bekerjasama dan saling bahu
membahu. Sampai akhirnya semua itu tidaklah sia-sia karena sang bintang telah kembali pada garis
edarnya. Semua mengucap syukur kepada Sang Pencipta dan berikrar untuk selalu
kerjasama untuk menjaga “bintang” dari segala makar.
Nah
ibrah yang dapat kita ambil bahwa,
Adalah mungkin jika kita terjatuh, tersungkur
dengan luka yang pedih, lalu kita mencoba untuk merangkak, merayap dan perlahan
melangkah tuk menggapai sebuah kalimat ,“Mardhotillah selama ajal belum
menjemput”.
Ah…akhirnya
semua bisa bernapas lega karena bintang telah kembali pada garis edarnya. Dengan
kompaknya sayup sayup terdengan koor ”Alhamdulillahi…….wa
laailaahaillallohuwallohuakbar…………….”