Alhamdulillahirobbil’alamin,
kalimat inilah yang pertama kali tercetus dari mulutku ketika aku berhasil
mendapatkan 3 lembar dokumen yang selama ini aku perjuangkan. Lebih dari
setengah jam aku menimang-nimang lembaran ini. Kuteliti, kubolak-balik. Senangkah
aku? Of course, why not? Pikiranku melayang menapaki kembali jejak dan langkah
beberapa minggu ini.
Tergambar
jelas dalam ingatan, bagaimana aku berhadapan dengan banyak orang dengan banyak
kepentingan dan tanggapan. Usaha yang keras untuk mendapatkan dokumen penting
ini. Ada yang mempermudah, ada yang mempersulit, di sini dilayani dengan baik, di
sana dibuat menangis, sesekali dipuji, lebih sering dicoba dll, dst, dsb, dah
kumplit kaya jamu cespleng.
Itu semua
bahkan menjadi seolah tidak berarti sampai ketika aku sadar bahwa perjuanganku terlambat. Aku
seperti mendapat tiket keliling pulau Jawa dengan kereta eksekutif, lalu dengan
semangat membara pergi ke stasuin, tapi telat karena keretanya baru saja berangkat.
Oh my God !!! aku gagal mendapatkan kesempatan jalan-jalan, melihat banyak hal
dan mendapatkan kenyamanan serta fasilitas lainnya.
Menyesal,
so pasti. Apa yang salah? Apa aku kurang cepat bergerak untuk mendapatkan tiket
tersebut? I don’t think so! jika mau marah, kepada siapa? Orang lain atau diri
sendiri? Aku tidak akan menyalahkan orang lain atas semua yang terjadi dengan
diriku. Aku juga tidak mau mengkritik diri terlalu pedas karena kenyataannya aku
sudah berusaha dengan keras.
Ada
pelajaran yang aku dapat. Bahwa sangat penting mempersiapkan segala hal dengan
matang. Lalu bergerak lebih awal. Tidak perlu menunggu komando. Lain kali aku tidak
perlu menanti seorang “pengurus” yang akan mewakili. Lebih baik dengarkan kata
hati. Lakukan urusan sendiri. Karena aku pasti akan membentur “dinding” yang
sangat kokoh, dan untuk melaluinya pasti akan menguras banyak hal baik waktu,
energi maupun kesabaran.
Itu
bukan hal mudah. Sehingga, seharusnya aku punya inisiatif untuk maju lebih awal
untuk mendobrak “dinding” tersebut, walau banyak yang menghalangi, sehingga seharusnya
aku masih punya cukup waktu sampai jadwal pemberangkatan kereta tiba. Tidak
usah terlalu memperdulikan suara-suara “sumbang” yang hanya sekedar memporakporandakan
semangat dan coba menghentikan langkah. Toh aku tidak sedang berada di jalur
yang keliru.
Apakah
memperjuangkan hak itu berarti kebablasan? Tidak , tidak, tidak. Oh system, actually, you make me badmood , I
feel disappoint now. Bagaimana bisa, yang seharusnya 3 menit menjadi 3 jam,
yang bisa dilalui 3 jam menjadi 3 hari, yang 3 hari menjadi 3 minggu, yang
mustinya kelar 3 minggu ternyata molor sampai 3 bulan?
Weleh,
weleeeeh. Nasi sudah menjadi bubur, sekarang,
aku musti menunggu jadwal selanjutnya, yaitu 6 bulan yang akan datang. Menyebalkan
sekali bukan? tapi itulah yang saat ini harus aku lakukan. Aku bisa apa coba? Sudah
target lolos entah kemana, peluang-peluangpun lewat begitu saja. Tanggung jawab
siapa hayoh? “Dinding”kah? Hemmmm, gatot, gatot.
Hi,
everybody over there, would you like to make me comfortable for this time?
would you like to give me advice please ??? I need its very much. Just for keep
smile in my heart, my lip and my mind !! maybe you can make me smile, make me
laugh and please tell me that there are so many opportunity to get my dreams. Oh God,
I really want to cry now. Astaughfirullohal’adhiim, aladzi laailaahailla anta, inni
kuntu minaddhoolimiin.