Senin, 21 April 2014

Teman Bukanlah "Sang pembawa Kayu Bakar"


Seorang teman itu seperti cahaya. Dia menerangi dikala gelap. Seorang teman seperti bodyguard, ia menjaga dari segala ancaman. Seperti embun, yang membasahi dan membuat dingin ketika rumput kegersangan. Bak air, menumbuhkan.

Teman ada saat kita kesulitan, siap mengulurkan tangan, menguatkan, memberi semangat untuk mengupgrad diri menjadi pribadi yang lebih baik. Di luar sana begitu banyak orang, tapi apakah mereka semua bisa di jadikan teman? Atau apakah kita layak untuk menjadi teman bagi mereka semua?

Kita yang memilih mereka, atau mereka yang akan memilih kita? Tidak, tidak. Semua kan berjalan menurut garis edar masing- masing. Kuncinya keamanan. Jika kita aman bagi mereka, kita tidak akan pernah kekurangan teman.

Mereka akan mengelilingi kita, seperti lebah. Saling menolong, saling merasakan, dan saling memberi kenyamanan dalam bingkai kebahagiaan. Jika ada yang mencoba memanfaatkan, itu urusan mereka. Jika menemukan “sang pembawa kayu bakar” serahkan pada “Sang Pemiliknya”. 

Jauhi prasangka sebagai biang virus perpecahan. Karena sesungguhnya seorang muslim dengan muslim lainnya seperti bangunan yang saling menguatkan.







Batal Naik Kereta


Alhamdulillahirobbil’alamin, kalimat inilah yang pertama kali tercetus dari mulutku ketika aku berhasil mendapatkan 3 lembar dokumen yang selama ini aku perjuangkan. Lebih dari setengah jam aku menimang-nimang lembaran ini. Kuteliti, kubolak-balik. Senangkah aku? Of course, why not? Pikiranku melayang menapaki kembali jejak dan langkah beberapa minggu ini.

Tergambar jelas dalam ingatan, bagaimana aku berhadapan dengan banyak orang dengan banyak kepentingan dan tanggapan. Usaha yang keras untuk mendapatkan dokumen penting ini. Ada yang mempermudah, ada yang mempersulit, di sini dilayani dengan baik, di sana dibuat menangis, sesekali dipuji, lebih sering dicoba dll, dst, dsb, dah kumplit kaya jamu cespleng.

Itu  semua bahkan menjadi seolah tidak berarti sampai ketika  aku sadar bahwa perjuanganku terlambat. Aku seperti mendapat tiket keliling pulau Jawa dengan kereta eksekutif, lalu dengan semangat membara pergi ke stasuin, tapi telat karena keretanya baru saja berangkat. Oh my God !!! aku gagal mendapatkan kesempatan jalan-jalan, melihat banyak hal dan mendapatkan kenyamanan serta fasilitas lainnya.

Menyesal, so pasti. Apa yang salah? Apa aku kurang cepat bergerak untuk mendapatkan tiket tersebut? I don’t think so! jika mau marah, kepada siapa? Orang lain atau diri sendiri? Aku tidak akan menyalahkan orang lain atas semua yang terjadi dengan diriku. Aku juga tidak mau mengkritik diri terlalu pedas karena kenyataannya aku sudah berusaha dengan keras.

Ada pelajaran yang aku dapat. Bahwa sangat penting mempersiapkan segala hal dengan matang. Lalu bergerak lebih awal. Tidak perlu menunggu komando. Lain kali aku tidak perlu menanti seorang “pengurus” yang akan mewakili. Lebih baik dengarkan kata hati. Lakukan urusan sendiri. Karena aku pasti akan membentur “dinding” yang sangat kokoh, dan untuk melaluinya pasti akan menguras banyak hal baik waktu, energi maupun kesabaran.

Itu bukan hal mudah. Sehingga, seharusnya aku punya inisiatif untuk maju lebih awal untuk mendobrak “dinding” tersebut, walau banyak yang menghalangi, sehingga seharusnya aku masih punya cukup waktu sampai jadwal pemberangkatan kereta tiba. Tidak usah terlalu memperdulikan suara-suara “sumbang”  yang hanya sekedar memporakporandakan semangat dan coba menghentikan langkah. Toh aku tidak sedang berada di jalur yang keliru.

Apakah memperjuangkan hak itu berarti kebablasan? Tidak , tidak, tidak.  Oh system, actually, you make me badmood , I feel disappoint now. Bagaimana bisa, yang seharusnya 3 menit menjadi 3 jam, yang bisa dilalui 3 jam menjadi 3 hari, yang 3 hari menjadi 3 minggu, yang mustinya kelar 3 minggu ternyata molor sampai 3 bulan?

Weleh, weleeeeh.  Nasi sudah menjadi bubur, sekarang, aku musti menunggu jadwal selanjutnya, yaitu 6 bulan yang akan datang. Menyebalkan sekali bukan? tapi itulah yang saat ini harus aku lakukan. Aku bisa apa coba? Sudah target lolos entah kemana, peluang-peluangpun lewat begitu saja. Tanggung jawab siapa hayoh? “Dinding”kah? Hemmmm, gatot, gatot.


Hi, everybody over there, would you like to make me comfortable for this time? would you like to give me advice please ??? I need its very much. Just for keep smile in my heart, my lip and my mind !! maybe you can make me smile, make me laugh and please tell me that there are  so many opportunity to get my dreams. Oh God, I really want to cry now. Astaughfirullohal’adhiim, aladzi laailaahailla anta, inni kuntu minaddhoolimiin.